Jakarta, Wartakompas.com – Meskipun proses persidangan sengketa pemilihan umum (pemilu) sedang berlangsung, Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman, menegaskan bahwa minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia tetap stabil.
Dalam “Pemaparan Ekonomi dan Kinerja Keuangan Citi Indonesia” di Jakarta pada Selasa malam, Helmi menekankan bahwa sengketa pemilu hanyalah bagian dari dinamika demokrasi yang wajar. Dia membandingkannya dengan pemilu di Amerika Serikat pada 2020 yang juga menghadirkan ketidakpastian serupa.
Menurut Helmi, proses sengketa pemilu tidak akan merusak minat investor asing, terutama karena pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terlihat positif, terutama jika pemilu berakhir dalam satu putaran.
“Dengan penyelesaian pemilu dalam satu putaran, meskipun belanja kampanye berakhir lebih cepat, ketidakpastian politik juga berakhir lebih cepat. Ini akan membuka jalan untuk percepatan pemulihan siklus investasi sektor swasta,” jelasnya.
Sementara itu, Helmi juga menyatakan bahwa keberlanjutan kebijakan pemerintah sebelumnya yang ditekankan oleh manifesto politik presiden terpilih dapat meningkatkan kepercayaan investor dan mempercepat pemulihan investasi sektor swasta.
Namun, dalam konteks transisi politik di Indonesia, Helmi mengingatkan bahwa implikasi fiskal dari program-program pemerintah yang belum jelas dapat mempengaruhi pasar. Dia menyoroti pentingnya kejelasan mengenai dampak fiskal dari program-program mendatang, seperti program makan siang gratis untuk anak-anak.
“Dalam jangka pendek, berakhirnya pemilu dalam satu putaran mungkin tidak akan menghabiskan sepenuhnya belanja pemerintah terkait pemilu yang sudah dianggarkan. Namun, kejelasan implementasi program-program ini penting bagi investor pasar obligasi,” tambah Helmi.
Helmi memperkirakan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk program makan siang gratis ini mungkin mencapai 1-2 persen dari PDB Indonesia. Oleh karena itu, kejelasan implementasi program-program ini akan menentukan outlook jangka menengah dari defisit APBN Indonesia dan arah rasio utang negara.
Dalam menghadapi tantangan ini, Helmi menyebut bahwa pasar obligasi masih membutuhkan kejelasan lebih lanjut tentang dampak fiskal dari program-program pemerintah yang direncanakan. Dia juga menyoroti penurunan target penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di kuartal II 2024 untuk menjaga keseimbangan pasar.
“Terkait dengan perspektif jangka lebih panjang, pasar obligasi masih membutuhkan kejelasan lebih lanjut tentang dampak fiskal dari program-program pemerintah mendatang seperti program makan siang gratis untuk anak-anak,” ujar Helmi.
Dengan demikian, meskipun sedang berlangsung persidangan sengketa pemilu, Helmi tetap optimis bahwa minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia tetap tinggi, asalkan kejelasan dari implementasi program-program pemerintah mendatang tetap dijaga.